Seri#1 Buku Inilah Politikku: Tujuh Empat Langkah Peradaban

Seri#1 Buku Inilah Politikku: Tujuh Empat Langkah Peradaban

Ditulis oleh Muhammad Joe Sekigawa*

Kali ini saya akan mengupas narasi seri#1 dari buku “Inilah Politikku” karya Muhammad Elvandi yang telah terbit pertama kalinya pada Rabiul Awal 1432 Hijriah/ Februari 2011 yang lalu. Buku setebal 284 halaman itu memang tak mudah untuk diringkas. Dan bagi saya pribadi, terlalu sayang untuk melewatkan banyak pesan-pesan di dalamnya. Oleh karenanya, paling tidak, saya akan membuat tiga seri ringkasan dari tema-tema yang menurut saya menarik untuk saya bagikan kepada khalayak. Khususnya kepada para kader dakwah yang bersiap menjadikan dirinya sebagai Muslim Negarawan untuk menyongsong masa depan gemilang di masa depan.

Seri#1 ini saya beri judul: Tujuh Empat Langkah Peradaban.

Pemahaman yang juga diperlukan bagi generasi muslim yang ingin mengembalikan kejayaan politik ummat adalah pemahaman tahapan gerak perjuangan”, demikian ungkap penulis di halaman 180. Karena sejatinya, perjuangan politik ini tidaklah berdiri sendiri

Sejatinya, perjuangan politik itu tidak berdiri sendiri. Namun, ia merupakan rangkaian dari proses-proses perjuangan sebelumnya. Oleh karenanya, semua tahapan yang mendahuluinya harus dilewati sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam melewatinya.

Maka, adapun tujuh empat langkah peradaban yang dimaksud adalah:

Tujuh Tahapan Perjuangan yang dilalui oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam :

Pertama, Ishlahul fardi wa I’daad ar-rijaal (memperbaiki individu/ mempersiapkan kader). Tahap pertama yang disebut dengan Ishlahul fardi wa I’daad ar-rijaal adalah modal dasar perjuangan politik umat Islam, karena merekalah para muslim calon politikus yang akan terus berkembang menjadi seorang negarawan, seperti 10 sahabat Rasulullah yang akan dibina di Mekah yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Ubaidah Al-Jarrah, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’id bin Zaid.

 Madrasah tarbiyah Rasulullah di Mekah telah membentuk kaum muslimin yang matang secara pemikiran dan gerakan. Dengan modal itulah mereka mulai membangun masyarakat baru di Madinah.

Secara umum, karakteristik yang perlu dimiliki oleh setiap muslim yang menjalani proses perbaikan karakter, pematangan pribadi, dan stok kader umat adalah sepuluh hal, yang biasa kita sebut dengan 10 muwashofat Tarbiyah:

  1. Akidah yang lurus
  2. Ibadah yang benar
  3. Moral yang kokoh
  4. Fisik yang kuat
  5. Wawasan yang luas
  6. Mampu hidup mandiri
  7. Bermanfaat bagi orang lain
  8. Urusannya teratur
  9. Serius dalam hidupnya
  10. Ketat dalam waktu

Bahasan cukup detil mengenai 10 hal di atas dapat dibaca di sini 10 TARBIYAH CHARACTERS

Kedua, Binaaul usrah muslimah (membangun keluarga muslim). Tahap pembinaan keluarga muslim ini adalah konsolidasi lapis kedua. Allah telah berfirman dalam kitab Al Qur’anul Karim, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. . . “ (Q.S At Tahrim: 6).

Target pembinaan keluarga ini sampai pada tahap mampu menghormati langkah perjuangan dakwah dan menjaga nilai-nilai asasi keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk juga di dalamnya yaitu tepat dalam memilih pasangan hidup yang baik dan membina anak-anak dengan tarbiyah Islamiyah sejak kecil.

Dalam perjuangan politik Islam, fase ini masuk pada mihwar tandzimi/tarbawi.

Ketiga, Isyaadul mujtama’ (membimbing masyarakat) adalah proses transformasi nilai-nilai kebaikan yang diyakini pribadi ke masyarakat. Para kader dakwah mulai memasuki ke banyak lembaga kemasyarakatan untuk memberi pengaruh baik (baca: membawa nilai-nilai islami) dalam aktivitas keseharian. Ia berinteraksi dan meresap ke dalam struktur masyarakat yang ada. Dalam perjuangan politik Islam, fase ini masuk pada mihwar sya’bi.

Di sini, kader-kader muslim mulai terlibat secara bertahap dalam parlemen serta kantor-kantor pemerintah dengan misi utama membawa nilai-nilai Islam agar menjadi kebijakan-kebijakan publik seperti dalam parlemen atau lembaga birokrasi. Dalam perjuangan politik Islam, fase ini masuk pada mihwar muassasi.

Jika seorang kader pada orbit kemasyarakatan hanya berteriak di luar arena pengambilan keputusan, di orbit ini, mereka rapat dan berdebat di ruang-ruang parlemen dalam sidang pleno, paripurna, dan sidang-sidang lainnya untuk mendesak agar semangat Islam mewarnai kebijakan negara. Sehingga produk perubahan yang dihasilkan oleh gerakan ini lebih berskala nasional.

Keempat, Ishlahul hukuumah wa iqaamatud-daulah ‘alaa asaasil Islaam (memperbaiki pemerintahan dan membangun negara yang Islami)

Kelima, I’aadatul Khilaafah (mengembalikan Khilafah)

Keenam, Tahqiiqus siyaadah (merealisasikan kepemimpinan Islam)

Ketujuh, I’laanu ustaadziyatul ‘alam (mendeklarasikan Islam sebagai soko guru peradaban alam semesta)

Empat Mihwar Perjuangan Politik Islam, berdasarkan penjelasan dari KH. Hilmi Aminuddin adalah sebagai berikut:

  1. Mihwar Tandzimi/Tarbawi (era pembinaan). Agar lebih jelas, saya ingin sedikit mengulang penjelasan-penjelasan tentang stressing di masing-masing mihwar. Pada mihwar tanzhimi, rakizatul amal (stressing kerja) kita berupa bina syakhshiyah islamiah dan syakhshiyah da’iyah atau mewujudkan sosok pribadi islami dan pribadi da’iah. Juga bagaimana kita berusaha mengokohkan mishdaqiyah syakhsyiah islamiyah dan mishdaqiyah syakhshiyah da’iyah atau kredibilitas pribadi islami dan kredibilitas pribadi da’iyah. Di era atau mihwar tanzhimi tersebut yang selalu kita ukur dan evaluasi adalah tingkat pertumbuhan kader dalam arti pertumbuhan dan perkembangan kader-kader kita secara internal. Bahkan ketika kita mengukur, mengevaluasi diri dari segi eksternal, yang kita lihat pun sejauh mana pertumbuhan calon kader yang dapat direkrut menjadi kader. Jadi di masa itu orientasinya adalah perekrutan, pembinaan, pertumbuhan dan perkembangan kader-kader dakwah.
  2. Mihwar Sya’bi (struktural). Kemudian dakwah kita berkembang dan memasuki mihwar atau era sya’bi. Di era ini kita mulai ber-sya’biah atau mensosialisasikan diri, kader-kader dan program-program dakwah kita di masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai di mihwar ini adalah mishdaqiyah syakhshiyah ijtima’iyah atau kredibilitas sebagai pribadi yang diterima di masyarakat. Kita berupaya keras agar kader-kader kita memiliki kredibilitas tersebut. Di mihwar sya’bi ini kita bukan hanya menerapkan tolak ukur kuantitas berupa pertumbuhan dan perkembangan kader, melainkan juga sejauh mana kader-kader yang kita miliki memberi pengaruh di masyarakat. Di mihwar tanzhimi kita sudah mulai melaksanakan program-program yang merupakan mukadimah atau pengkondisian ke arah mihwar sya’bi. Begitu pula di mihwar sya’bi, kita sudah melakukan langkah-langkah pendahuluan yang sekaligus merupakan kondisioning untuk menuju mihwar muassasi.
  3. Mihwar Muassasi (kelembagaan). Alhamdulillah, Allah Ta’ala memberikan peluang yang mempercepat masuknya kita ke mihwar muassasi. Kita memang sudah membuat langkah-langkah mukadimah menuju mihwar muassasi berupa pendirian yayasan, lembaga-lembaga pendidikan, lembaga penelitian dan lain sebagainya. Namun perubahan-perubahan cepat yang terjadi yang antara lain dipicu dan dipacu oleh globalisasi ekonomi, politik dan lain-lain serta krisis ekonomi—dan tentu saja sebab utamanya adalah tadbirullah (rekayasa Allah), membuat peluang untuk memunculkan diri dalam bentuk kelembagaan formal terbuka lebar. Maka mulailah kita memasuki mihwar muassasi dengan menampilkan diri sebagai Hizbul ‘Adalah (Partai Keadilan). Kita menyebutnya mihwar muassasi dan bukan mihwar siyasi, walaupun memang dalam mihwar muassasi sebagaimana halnya di mihwar tanzhimi dan sya’bi terkandung aspek-aspek siyasi. Dan karena di mihwar muassasi ini sudah menyentuh aspek kelembagaan politik, maka persentase amal siyasi-nya pun meningkat. Upaya memantapkan langkah-langkah secara struktural dan operasional di mihwar muassasi ini juga akan menyentuh sektor amal siyasi. Sekali lagi saya tegaskan bahwa amal siyasi merupakan sektor. Sebab bila kita mengatakan mihwar kini sebagai mihwar siyasi berarti kita terjebak ke dalam amal juz’i dan sekaligus harakah juz’iah, seperti halnya kita tidak bisa mengatakan sebagai mihwar tarbawi agar tidak terjebak juga pada ke-juz’iyah-an atau keparsialan. Jadi setiap mihwar memiliki beragam amal sesuai dengan ke-syumuliah-an dan ke-takamuliah-an amal Islam. Jadi bila kini menjelang pemilu kita merespon tuntutan amal siyasi yang membesar, itu merupakan masalah proporsionalitas tanpa harus mengabaikan bidang-bidang lain. Sehingga memadatnya aktivitas politik kita menjelang pemilu tidak berarti kita terjebak dalam mihwar politik. Mihwar kita adalah mihwar muassasi, artinya secara kelembagaan kita mulai menampilkan diri seluruh batang tubuh ke permukaan dengan nama Hizbul ‘Adalah.
  4. Mihwar Daulah (negara). Mihwar ini merupakan aksi-aksi pada pengelolaan negara sesuai dengan nilai-nilai Islami.

Kemudian, yang patut digarisbawahi adalah bahwa di setiap mihwar dari empat mihwar dakwah tersebut terkandung amal siyasi (aktivitas politik) dengan tingkat persentase yang berbeda-beda, karena amal siyasi adalah bagian tidak terpisahkan dari amal da’wi (aktivitas dakwah) kita.

Bahan Bacaan Lebih Lanjut:

Muhammad Elvandi. 2011. Inilah Politikku. Solo: PT Era Adicitra Intermedia.

Tulisan di blog http://dakwahdantarbiyah.blogspot.com/2010/11/tamayyuz-di-mihwar-muassasi.html

Muhammad Joe Sekigawa_DRM PKPU 2013

Selesai ditulis pada hari Selasa sore, 08 Jumadil Awal 1434 H/ 19 Maret 2013 at 17.40wib @Ruang kantor Divisi DRM-PDG, PKPU Jl. Raya Condet No.12 Batu Ampar, Jakarta Timur

*Staf Kaderisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) STKS Bandung

**Alumni STKS Bandung Jurusan Rehabilitasi Sosial angkatan 2008

Categories: Buku dan Hikmah, Tsaqofah Islamiyah | Tags: , , , , | 2 Comments

Post navigation

2 thoughts on “Seri#1 Buku Inilah Politikku: Tujuh Empat Langkah Peradaban

  1. Pingback: Tujuh Empat Langkah Peradaban |

  2. Assalamualaikum,,
    maaf, karena sy dikejar tugas persentassi n resensi buku Inilah politikku karya Muhammad Elvandi dn sy blm baca buku ini sampai habis, kalo ada waktu bisa saya tanya ttg isi buku ini??? terimakasih

Leave a reply to Lia Widya Ningsih Cancel reply

Create a free website or blog at WordPress.com.