Monthly Archives: August 2015

KAMMI STKS dan Estafeta Dakwah Mahasiswa Dago 367*

KAMMI STKS dan Estafeta Dakwah Mahasiswa Dago 367*

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) lahir di awal tahun 1998 pada waktu dimana para aktivis muslim mulai kala itu memiliki kesadaran untuk mengambil peran pendorong perubahan terhadap bobroknya rezim pemerintahan di masa itu. Maka, para aktivis KAMMI jugalah yang melalui jaringannya di berbagai kampus seluruh Indonesia untuk bisa memobilisasi pergerakan mahasiswa melawan kedzaliman pemerintah atas nama rakyat Indonesia.

Lalu, reformasi pun lahir. Pucuk pemerintahan diganti oleh wakilnya yang dipandang memiliki visi dan langkah pembeda dengan pendahulunya. Zaman Orde Baru pun berubah wajah menjadi Zaman Reformasi, dimana keterbukaan dan kebebasan pendapat diakui dan dihargai hak-haknya. Lalu bagaimana peranan KAMMI Pasca Reformasi? Gulung tikar karena dianggap sebagai salah satu gerakan sayap Partai Politik tertentu? Ternyata tidak! Karena sampai detik ini, KAMMI masih hidup dan memberikan kontribusinya kepada masyarakat di tengah-tengah gerakan aktivitas mahasiswa muslim di Indonesia.

Bukti keberadaan KAMMI, dalam perspektif sempit, salah satunya ditandai dengan masuknya KAMMI ke kampus Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Meski harus melewati rentang waktu lebih dari 10 tahun sejak awal kelahirannya di tahun 1998, sejak tahun 2011 kader KAMMI yang merupakan mahasiswa STKS Bandung mulai merintis jalan menuju terbentuknya Pengurus Komisariat (PK) KAMMI STKS Bandung.

HMI, KAMMI dan GP

Meski STKS Bandung adalah kampus kecil dengan jumlah mahasiswa tiap tahunnya tidak mencapai 500 mahasiswa, namun dinamika pemikiran para mahasiswanya begitu beragam. Dinamika perbedaan cara pandang dan pola pemikiran tersebut tidak menjadi persoalan, melainkan menjadi kekayaan khasanah perjuangan mahasiswa yang pada dasarnya bebas dan merdeka untuk menentukan jalan aktivismenya masing-masing. Continue reading

Advertisement
Categories: Kampus dan Mahasiswa, Ke-KAMMI-an, Motivasi, Risalah Pergerakan | Tags: , , , , , , , , , | Leave a comment

Jangan lupa mati, Boi!

Kenapa pemuda sangat suka membahas soal cinta?

Karena cinta itu sebenarnya mudah.

Mudah diceritakan, mudah dirasakan, mudah dimengerti.

Karena mudah, makanya semua orang dengan mudahnya pula membicarakan cinta. Pembicaraan yang tinggi menghasilkan ragam yang tinggi, interferensi di sana sini, dan hasilnya sesuatu yang simpel berubah menjadi complicated. Ditambah lagi dengan perilaku manusia yang selalu butuh second opinion. Most of the time, kita tahu apa yang harus dilakukan: kita hanya perlu diyakinkan. Itulah mengapa pekerjaan menjadi konsultan cinta menjamur macam ojek payung di musim hujan.

Tahu apa yang sulit untuk dibahas? Mati.

Mati tidak banyak dibahas karena memang sulit untuk membahasnya. Kita semua mencintai kehidupan, dan secara tak sadar “dididik” untuk selalu mencintai kehidupan. Di SD, kita diajari untuk siap masuk SMP. Di SMP kita diajari untuk siap masuk SMA. Di SMA, kita diajari untuk siap masuk kuliah. Di kuliah, kita diajari untuk siap masuk kerja. Dan di dunia kerja, siklus ini terus berlanjut hingga bersayap-sayap; yang jomblo siap menikah, yang menikah siap punya anak, yang karyawan siap naik jabatan, yang berpolitik siap naik kepemimpinan, yang berbisnis siap naik omzet, dan seterusnya, hingga tidak ada habisnya.

Kita selalu dituntut untuk siap menghadapi kehidupan; tapi siapkah kita menghadapi kematian?

Dzuhur tadi, saya dan teman di kantor naik motor ke masjid. Di jalan pulang kami bertemu dengan seorang lelaki tua yang juga ikut sholat berjamaah. Bapak ini wajahnya keriput, jalannya bungkuk, dan kulit-kulitnya sudah berkerut. Tapi semangatnya ke masjid tak pernah luntur. Setiap hari dia selalu hadir ke masjid berjalan kaki. Sementara saya, meskipun naik motor, masih sering harus memaksa-maksakan diri.

Mengapa masjid lebih banyak diramaikan oleh orang tua dibanding anak muda? Salah satu jawabannya adalah karena anak muda lebih banyak sibuk bicara soal cinta, sementara orang tua sadar waktunya sudah di ujung kehidupan. Tak ada lagi yang penting untuk dipikirkan, kecuali kematian.

Rasa-rasanya belum terlambat untuk berubah dari pemuda yang hanya bicara soal cinta, menjadi pemuda yang juga selalu ingat tentang mati. Karena kalaupun kita hanya mau bicara soal cinta, mati ternyata adalah bagian terakhir darinya.

Segala hal dalam hidup ini terjadi tiga kali, Boi. Pertama lahir, kedua hidup, ketiga mati. Pertama lapar, kedua kenyang, ketiga mati. Pertama jahat, kedua baik, ketiga mati. Pertama benci, kedua cinta, ketiga mati

Semua berakhir dengan mati, termasuk cinta. Setidaknya, itu kata Andrea Hirata.

Jangan lupa mati, Boi”MUSLIM MUDA

Categories: Uncategorized | Leave a comment

Blog at WordPress.com.