Monthly Archives: June 2016

Curi Ilmu dari Moonraker Indonesia

Begini, memang terkadang sambutan-sambutan saat berlangsungnya sebuah acara dianggap basi dan tidak penting. Namun, ada yang berbeda pada sambutan malam hari ini yang dibawakan oleh pejabat Dispora Jabar dalam acara Bandung Berdzikir di Masjid Al Ihsan STKS Bandung. Sambutan beliau tidak serupa balon gas yang jika terkena benda tajam (realita hidup) akan langsung pecah dan hilang (omong kosong). Isi sambutan beliau seperti memiliki nyawa dan hidup. Meskipun subjek alamat isi sambutan beliau tertuju bagi Komunitas Moonraker Indonesia, rasanya bagi kita yang sama-sama menggeluti bidang dakwah ‘beresiko’, sambutan beliau patut kita cerna sebagai nasihat agar dapat menutrisi gerak langkah kita.

 
Ayo kita curi ilmu dari nasihat bapak pejabat Dispora Jabar tersebut kepada Komunitas Moonrakers Indonesia! Apakah itu?

 
“Militansi dan Loyalitas”, sang bapak pejabat Dispora Jabar menegaskan begitulah kira-kira dalam pembukaan sambutannya. Kemudian beliau melanjutkan, “Saya melihat militansi dan loyalitas Moonraker sangat tinggi dan itu adalah pokok yang penting”.

 

Yuuups. Bagaimana dengan kita? Tentunya militansi dan loyalitas ini jauh teramat penting bagi organisasi dakwah intelektual ini. Apalagi yang pantas kita perhatikan untuk memenangkan beratnya perjuangan dakwah intelektual di kampus ini selain militansi dan loyalitas. Sejenak merenung, kita justru seringkali kehilangan ini. Jika melihat betapa bergeloranya panitia Moonraker Indonesia sebagai unit penyelenggara acara Bandung Berdzikir sore hingga malam tadi, kita perlu mengangkat topi dan berguru kepada mereka. Salute.

 
Why?

 
Kita sepertinya patut merundukkan tengkuk kepala kita; malu. Datang syuro rutin saja masih terasa sangat amat berat sekali. Kalau hujan, malas kena becek; kalau panas, malas kena keringat. Belum lagi kalau ada kegiatan internal. Tanggal sekian bentrok kegiatan di sana; jam sekian lupa sudah ada akad yang ini. Atau parahnya lagi, lupa samasekali. Untuk hal kecil lainnya juga keadaannya kadang lebih menyedihkan. Saat ditanya kabar bagaimana kabar saudara kita yang lama tidak menghadirkan diri, gampangnya kita melempar jawab: tak tahu, sudah lama tak berhubungan. Padahal, kuat-lemahnya ukhuwah kita dapat terukur dari seberapa jauh kita tahu kabar saudara kita.

 
Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun. Subhanallah. Ini bisa jadi musibah kedepannya jika terus terjadi. Maka seperti dalam sambutan bapak pejabat Dispora Jabar diawal tadi, militansi dan loyalitas adalah nasihat solutif agar kita dapat semilitan dan seloyal Moonraker Indonesia dalam kompakan mengegas motor dan dakwahnya hehehee.

 
“Militansi dan loyalitas amat berarti. Apalagi ditujukan kepada perubahan. Misalnya, Moonraker menujukan militansi dan loyalitasnya dalam segi agama, sosial, maupun keorganisasian itu sendiri dan keahlian seperti lokomotif. Itu akan sangat membangun Moonraker”, pak pejabat Dispora Jabar menerangkan Poin Kesatu dalam sambutannya.

 
Betul sekali. Saat ini kita perlu kembali menyadari adanya kebutuhan untuk meluruskan orientasi dakwah kita. Apakah akan selamanya fokus ke luar, ataukah fokus ke dalam, ataukah kedua-duanya. Selama ini kita sadari, kita masih tergoda dan tergiur dengan aktivitas luar. Sampai ketika tiba di rumah sendiri, saking lelahnya, kita memilih terlelap istirahat. Nah, kita perlu bersepakat bersama meneguhkan komitmen, bentuk militansi kita harus seperti apa sih.

 
“Militansi dan loyalitas yang terbangun kuat akan melahirkan kader-kader terbaik”, kata bapak pejabat Dispora Jabar melanjutkan Poin Kedua dalam sambutannya.

 
Alright. Memang, tidak ada yang selalu sempurna dalam sikap militansi dan loyalitas kita. Sehingga kader-kader terbaik tak kunjung terbentuk sebab di dalam langkah sebelumnya terjadi silap keputusan. Akan tetapi, bagi setiap kita kembali perlu memahami satu hal bahwa menuntut lingkungan saja tidak sampai cukup membawa perubahan. Yuk, mari kita jadikan diri kita masing-masing creator perubahan itu sendiri. Semoga Allah memadankan kita dalam langkah yang serasi.

 
“Optimalkan kemampuan untuk bersinergi dengan yang lain”, lanjut bapak pejabat Dispora Jabar melanjutkan Poin Ketiga dalam sambutannya.

 
Kita perlu menyadari letak potensi jamaah kita. Kita moderat dalam bergaul dengan lingkungan, tetapi diperintahkan keras terhadap diri sendiri. Kita bercita-cita tinggi, tetapi pertama kali diajarkan cara membuat roketnya terlebih dahulu. Apakah kita unggul dalam hal sosial, ataukah kajian, ataukah politik, ataukah apa? Ayo kita tentukan bersama sehingga mampu memberikan ‘produk dakwah’ unggulan kepada lingkungan. Branding akan terbentuk saat kita istiqomah menjalankannya sembari memperbaiki yang salah.

 
“Satukan barisan untuk dunia dan akhirat untuk mencapai tujuan utama organisasi”, bapak Pejabat Dispora menutup pada Poin Kelima (untuk Poin Keempat mohon maaf terlewat).

 
Hal apalagi yang menjadi wujud loyalitas itu selain merapatkan barisan dan wujud militansi itu adalah usaha yang keras untuk mencapai tujuan utama organisasi? Berbeda dengan organisasi lainnya, orientasi kita jauh berada di luar jangkauan human vision. Allah dan Rasul tujuan kita. Sebagai jamaah dakwah, amal jama’i salah satu bentuk loyalitas dan militansi menuju cita-cita organisasi. Mungkin saatnya kita menata prioritas langkah yang bercabang ini, ya.

 
Pada akhirnya, bapak pejabat Dispora Jabar itu menutup sambutannya dengan satu bingkisan motivasi dan harapan, “Hilangkan (bersihkan) noda hitam dan kembalikan menjadi bersih”. Artinya, setiap kita pasti melakukan kesalahan yang menjadi titik noda dalam sejarah perjuangan. Akan tetapi, dibandingkan harus menambah titik hitam itu, kita seharusnya menghapusnya dengan memperkuat kompetensi kita.

Advertisement
Categories: Motivasi | Tags: , , , | Leave a comment

Hijrah Membaca Zaman

Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh!
Bismillahi ar-rahmanirrahim 🙂
Apa kabar muslim negarawan? Lama tak berjumpa di ruang interaksi virtual ini ya.

Beberapa waktu lalu KAMMI STKS Ar Ruhul Jadid telah mengadakan kagiatan ta’lim yang dibungkus dengan gaya kekinian berupa talkshow. Kegiatan ta’lim ini dilangsungkan menjadi tiga rangkaian talkshow dimana tema besarnya adalah Hijra Talkshow The Series. Ada tiga subtema dan dua diantaranya alhamdulillah sudah dilaksanakan dengan lancar. Subtema pertama adalah ‘Hijrah Hati Menuju Zaman’, kedua adalah ‘Hijrah Membaca Zaman’ dan yang ketiga adalah ‘Hijrah Untuk Peradaban’. Dua talkshow yang sudah berjalan tersebut dihadiri pemuda-pemuda terbaik negeri ini, diantaranya mahasiswa STKS dan juga tentunya para petangguh kader KAMMI STKS. Pemateri yang kami undang berasal dari aktivis mumpuni dalam bidangnya dan matang dalam ilmu yang akan disampaikan.

Hijrah Talkshow The Series

Nah, kali ini kita sama-sama akan menyimak kembali ilmu yang telah kita dapat pada sesi kedua talkshow dengan subtema ‘Hijrah Membaca Zaman’. Talkshow kedua ini dibawakan oleh Kang Abdul Holid. Beliau merupakan Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) REMA UPI dan Ketua Komunitas Pemuda Al-Fatih Bandung. Beginilah beberapa sari ringkasan ilmu yang disampaikan beliau.

“Saat pertama kali saya diminta membawakan tema tentang Hijrah Membaca Zaman, saya agak bingung bagaimana yang dimaksud sebenarnya. Akan tetapi, kita coba bersama-sama bahas bagaimana hijrah itu sendiri dan apa yang ingin kita capai darinya”, begitulah kira-kira Kang Holid membuka ta’lim pada sore hari itu.

Ayo, mari kita langsung saja kepada isi talkshow..
Pembahasan pertama oleh Kang Holid adalah tentang zaman. Ia menyampaikan bahwa perempuan mempunyai tugas utama dalam zaman ini, yaitu mendidik zaman. Dialah sosok utama dibalik roda gerakan zaman. Selanjutnya, masuk kepada pembahasan tentang hijrah. Untuk memudahkan kerangka pemahaman, Kang Holid menggambarkan skema berikut ini:

Pyramid of Muslim's Life

 

H I J R A H. Kang Holid menyampaikan 3 pengertian tentang hijrah, yaitu 1) hijrah berarti kondisi seseorang mendapatkan hidayah sehingga masuk ke dalam agama Islam – konteks ini terjadi pada zaman kenabian, 2) hijrah berarti perjalanan dari satu tempat ke tempat lain yang lebih baik, dan 3) hijrah berarti mengubah perilaku hidup yang Islami. Hijrah yang berarti mengubah perilaku menjadi Islami adalah konteks pengertian yang banyak digunakan pada zaman sekarang. Sudah banyak kini muslimah-muslimah yang dulunya tidak menutup aurat dan kini telah hijrah menutup auratnya dengan berkerudung serta berpakaian tertutup rapi. Atau, kini telah banyak muslimah yang duluya menutup aurat, tetapi belum memenuhi kaidah syariah dan kini sudah hijrah menggunakan kerudung serta pakaian yang lebar-lebar. Bagi laki-laki, kini telah banyak yang hijrah dan mengikuti sunnah seperti tidak isbal dan memelihara jenggot. Sejatinya, hijrah adalah satu step dasar seseorang menuju generasi robbani.

 
T S A Q O F Y. Tsaqofy atau wawasan adalah tahap dimana seseorang melengkapi proses hijrahnya dengan memperbanyak mendalami ilmu agama. Tahap ini ditandai dengan tertautnya seseorang pada ta’lim-ta’lim dan meningkatnya ilmu-ilmu agama yang dimiliki setelah berhijrah. Contohnya adalah seseorang akan mulai mempelajari tafsir Al Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah Saw. untuk diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta rajin pergi menghadiri majlis ta’lim. Kang Holid menambahkan bahwa seseorang tidak cukup menapaki tahap tsaqofy, tetapi butuh pemahaman untuk bertindak secara bijaksana. Alasannya, umat muslim saat ini memiliki wawasan tinggi, namun tidak melekat padanya hikmah dari wawasan yang dimiliki.

 
Tsaqofy digunakan untuk mengisi ruang-ruang peradaban. Ia perlu diseimbangkan agar tidak terlalu ‘ke kanan’ maupun juga terlalu ‘ke kiri’. Jika terlalu ‘ke kanan’ cenderung akan kaku dan mudah menyalahkan, sedangkan jika terlalu ‘ke kiri’ cenderung akan menyeleweng dan menyelisihi ajaran Islam. Kang Holid memberikan tips bagi organisasi Islam agar dapat meningkatkan wawasan bagi anggotanya, yaitu dengan mengadakan kegiatan rutin yang mengusung brand menarik dan melakukan pengkaderan (jantungnya). Branding berfungsi agar membuat anggota dan luar anggota tertarik menghadiri ta’lim. Sedangkan, pengkaderan dianggap amat penting sehingga dikatakan sebagai jantung karena jika tidak dilakukan maka organisasi pasti akan hilang.

 
Tsaqofy juga digunakan menjadi inti di dalam dakwah. Menggunakan tsaqofy ini sebagai inti dakwah dengan aturan bahwa ketika ‘X’ melakukan perbuatan salah, da’i memberi tahu ‘X’ mana yang benar lebih dahulu. Tsaqofy tidak boleh digunakan semata-mata hanya memberi tahu kesalahan yang diperbuat oleh ‘X’ saja. Baiknya tsaqofy ini digunakan tidak dituturkan dengan sikap yang terlalu idealis sehingga membuat dirinya sendiri selalu memandang kesalahan pada diri orang lain

R O B B A N I. Robbani memiliki ciri-ciri selalu mengikuti perintah Allah Swt. Sedangkan, rabbani digambarkan oleh Kang Holid dengan simbol pernyataan “muslim yang taat ke Allah Swt., yang manfaat ke manusia”. Robbani tidak lagi hanya menghapal, tidak lagi hanya pintar, dll. tetapi meresapi, memahami dan memberi hikmah kepada orang lain. Seseorang yang menapaki tahap ini tidak lagi memusatkan perhatian kepada diri sendiri, tetapi juga kepada lingkungan sekitarnya. Ia berkhidmat dengan ilmunya. Dalam segi ibadah, Kang Holid memberikan nasihat agar kita dapat membedakan antara profesionalitas dengan keikhlasan. Seseorang yang menjalankan ketaatan kepada Allah Swt. adakalanya perlu menampilkan diri dengan menampakkan contoh yang nyata pada dirinya agar orang-orang dapat mengambil teladan dan hikmah. Adakalanya pula perlu menyembunyikan diri dari pandangan orang lain. Keduanya perlu ditempatkan dengan benar. Kang Holid menggambarkan bahwa profesionalitas adalah sesuatu yang dilihat oleh orang dari lahiriyahnya (dzahir/ manfaat), sedangkan keikhlasan menjadi ranah manusia berdua dengan Allah Swt.

Foto bersama

Generasi robbani hadir dengan upaya yang digerakkan oleh kita semua. Kang Holid menyampaikan salah satu sarana utama dalam membentuk dan mencapai robbani adalah dengan tarbiyah. Tarbiyah atau pembinaan ini berbeda dengan ta’lim yang hanya kegiatan mentransfer ilmu saja. Tarbiyah bersifat kontinu dan berkelanjutan, ia juga menyertakan dampak atau manfaat kepada penekunnya.

 
Tambahan. Kang Holid menyampaikan satu ilmu isinya bahwa zaman terbagi lima fase:
1.Fase nubuwwah yang berlangsung pada zaman kenabian hingga beliau wafat. Fase ini sekitar 23 tahun lamanya dan memiliki dua kategori masa, saat di Makkah dan saat hijrah ke Madinah.
2.Fase khilafah ala minhaj an-nubuwwah yang berlangsung pada zaman khulafaur rasyidin dan beberapa tahun setelahnya. Fase ini sekitar 30 tahun lamanya
3.Fase mulkan adzon yang berlangsung saat dimana pemimpinnya menggigit dan dzalim berkuasa. Fase ini sekitar 14 abad lamanya, yaitu ketika bani umayyah hingga turki utsmani.
4.Fase mulkan jabbariyah yang berlangsung setelah runtuhnya turki utsmani hingga pada saat ini (demikian perkiraan para ulama) dimana pemimpinnya diktator. Pada fase ini mulai banyak berkembang gerakan-gerakan muslim yang mengusung kembali tegaknya khilafah di muka bumi. Berbeda pada fase nubuwwah dan khilafah ala minhaj an-nubuwwah, fase ini belum terbentuk jamaatul muslimin dimana diwajibkan berbaiat kepada satu khilafah. Akan tetapi, karena muncul banyak jamaah maka dikenal istilah jamaatul minal muslimin.
5.Fase khilafah ala minhaj an-nubuwwah yang masih belum berlangsung dan masih diperjuangkan bersama pada saat ini. Fase ini akan hadir dengan kehendak Allah Swt. dengan perjuangan kaum muslimin mirip dengan masa-masa keemasan Islam seperti dulu.

Sekian isi ta’lim pada sesi talkshow kedua tanggal 24 Mei yang lalu. Mohon maaf jika terdapat kesalahan penulisan. Silakan disebarluaskan jika dibutuhkan. Semoga bermanfaat ya! Kita tunggu the next posting dari talkshow selanjutnya.
Subhanallahu wabihamdihi, alhamdulillahi robbil ‘alamin.

Kang Abdul Holid membawakan sesi ta'lim

Categories: Kampus dan Mahasiswa, Ke-KAMMI-an, Kegiatan KAMMI, Uncategorized | Tags: , | Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.