Monthly Archives: January 2014

Menjaga Waktu*

Menjaga Waktu*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman

Semasa kuliah, kegiatan begitu padat dan tak sempat berleha-leha meski hanya sebentar. Mulai dari tugas kuliah yang menumpuk, aktivitas organisasi yang silih bergantian, part time yang menguras tenaga, hingga agenda silaturahim dengan beberapa kawan dan kolega agar terjalin persahabatan yang harmonis..

Namun, di tempat ini beda. Sistem kerja live in site, tidak bisa membuatku aktif di kegiatan di luar pekerjaan karena memang mes karyawannya khusus di plotting area tengah hutan untuk para karyawan perusahaan saja. Oleh karenanya, biasanya beberapa kawan memilih untuk pergi ke kantor selepas makan malam, baik itu mengerjakan beberapa deadline pekerjaan yang belum usai, atau sekedar main-main laptop dan bertemu bertegur sapa dengan beberapa rekan kerja. Yang lain memilih untuk berdiam di kamar mes guna nonton koleksi film-film terbaru. Ya, masing-masing dari kami biasanya pasca pulang dari day off membawa kopian

View original post 407 more words

Categories: Uncategorized | Leave a comment

Aku (bukan) Teroris*

Aku (bukan) Teroris*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman

Saya menjadi gemas dan prihatin ketika mendengar berita santernya kasus terorisme yang kembali mencuat ke permukaan di awal tahun 2014. Kasus penangkapan yang menurut Densus 88 dan kepolisian sebagai terorisme di Ciputat berakhir dengan dramatis dengan ditembak mati-nya lima orang terduga teroris. Entah apa yang ada di benak para tim gegana tersebut, nyawa manusia semakin tidak dihargai dan ditembak mati tanpa sempat diadili..

Dan yang lebih membuat gregetan, terutama mengenai pelabelan kaum muslimin sebagai teroris. Kalau muslim yang tidak taat dan gemar bermaksiat, mungkin saya masih bisa terima, namun ketika yang diidentikkan sebagai teroris adalah mereka yang berjanggut tipis, jidat hitam, gemar sholat berjama’ah dan isterinya berjilbab lebar hingga bercadar, ini yang membuat miris dan hati sakit berkali-kali. Sebuah penyesatan opini yang akan mendorong semakin lemahnya keimanan seseorang dengan menjauhkannya dari ilmu dan…

View original post 745 more words

Categories: Uncategorized | Leave a comment

Bergaul Seperlunya, Menebar Manfaat Sebanyak-banyaknya*

Bergaul Seperlunya, Menebar Manfaat Sebanyak-banyaknya*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman

Pada dasarnya, ajaran Islam tidak membatasi pergaulan antar umat manusia. Bahkan Allah memerintahkan kita untuk saling mengenal satu sama lain. Firman Allah, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. Al Hujuraat: 13)..

Oleh karenanya, sudah semestinya diri kita sebagai kader dakwah harus banyak-banyak bergaul, dari berbagai golongan dan kelompok serta strata kemasyarakatan. Bukankah kita ingat bahwa semua manusia itu sama saja di hadapan Allah, kecuali yang membedakan adalah karena ketakwaannya, bukan karena kekayaan ataupun keturunan kebangsawanannya..

Motivasi atas pergaulan yang luas tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memberikan manfaat yang…

View original post 153 more words

Categories: Uncategorized | Leave a comment

Pembicaraan Tabu Aktivis Dakwah*

Pembicaraan Tabu Aktivis Dakwah*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman

Bagi kalangan mahasiswa, membicarakan tentang pernikahan adalah suatu hal yang masih dianggap tabu. Kalau ada yang sedikit mengarahkan pembicaraan ke bahasan nikah, akan dianggap sebagai orang yang tidak lama lagi akan melangsungkan pernikahan..

Fenomena ini tidak terlepas dari aktivis dakwah. Para aktivis dakwah masih menghindari pembicaraan terkait bab nikah. Padahal, seharusnya mereka paham tentang makna pernikahan yang lebih mulia dibandingkan dengan pacaran gaya anak zaman sekarang. Sayangnya, semua pengetahuan bab nikah tersebut hanya tersusun rapi menjadi pengetahuan pribadi. Mereka pelit berbagi ilmu persiapan nikah, karena takut dianggap akan buru-buru melangsungkan pernikahan, padahal kuliah masih dibayari orang tua, calon belum ada, dan belum berani memikirkan kapan menyerahkan proposal kepada ustadnya untuk diproses secara syar’i..

Lambat laun yang menganggap bahasan tentang nikah adalah suatu hal yang tabu, terkikis sedikit demi sedikit, meski masih banyak kita…

View original post 462 more words

Categories: Uncategorized | Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.